Selasa, 15 Oktober 2013

Gotong Royong Sebagai Identitas Bangsa Indonesia

Dalam rekam jejak sejarah Indonesia menurut arsip nasional republik tercinta kita ini tela dikatakan bahwa prinsip dan semangat gotong royong telah mendarah daging pada identitas bangsa Indonesia. Kita sejujurnya tidak dapat dipisahkan pada semangat gotong royong. Gotong royonglah yang telah mempersatukan segenap tanah air kita ini. Menyatukan perbedaan yang ada untuk menyerukan kata pembakar semangat. "Merdeka!". Pertanyaannya kemudian, masihkah di jaman modern ini kita sebagai bangsa yang besar memiliki semangat gotong royong tersebut? Ataukah ternyata gotong royong itu masih ada di antara kita namun dalam arti dan penerapan yang berbeda? Yang tidak sepadan dan tidak serupa? Menjurus ke arah yang salah dan penuh kemunafikan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, gotong royong diartikan pada 'bekerja bersama-sama'. Memang betul, pada faktanya kita semua mengerjakan segala sesuatu secara bersama-sama. Bersama-sama yang berarti seluruh atau sebagian golongan saja tapi? Tanpa adanya pemersatu kepentingan pada bangsa ini membuat kita tidak lagi menjadi bangsa yang kuat oleh karena perbedaan tujuan yang kerap saling menjatuhkan antar golongan. Membuat kita menjadi jauh pada semangat gotong royong itu sendiri. Pada jaman pergerakan kemerdekaan tahun 1945-1960an telah diserukan semangat gotong royong oleh yang kita sering sebut Sang Proklamator, Bung Karno. Beliau dengan semangat dan kharismanya telah membius segenap rakyat Indonesia yang mengalami senasib sepenanggungan akan penderitaan akibat penjajahan bangsa asing untuk bersatu melawan, mengusir, membasmi pengaruh-pengaruh pemerintah Hindia-Belanda untuk memecah belah dan menghancurkan nusantara ini. Nusantara yang telah lama diidam-idamkan bersatu sejak jaman kerajaan Majapahit. Kerajaan terbesar di nusantara yang sering dihubungkan dengan latar belakang serta identitas bangsa Indoensia kini.

Secara pribadi, anggapan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar akan terwujud bila kita memiliki persamaan visi, bukan secara diktator. Namun semangat nasionalisme bahwa Indonesia harus, pasti menjadi bangsa yang besar. Semangat gotong royonglah yang layak kita jadikan senjata untuk memersatukan sekitar 200 juta tumpah darah bangsa Indonesia. Bukan muluk-muluk dan klise, semangat inilah yang kini telah kendur di aliran darah generasi muda. Haruskah kita melakukan kerja rodi kembali? Romusha yang menelan ribuan korban jiwa lagi? Sadarkah kita, di  abad 20 ini kita tidak lagi memiliki identitas yang kuat sebagai macan asia? Manakala stadion gelora bung karno di senayan menjadi stadion olah raga tersebar di asia? Menjadi bukti yang konkret bahwa Indonesia bukanlah sekadarnya. Kita ini kaum dan bangsa yang satu padu walau terpisah ribuan kilometer garis pantai dan lautan.

Gotong royong kini terasa semakin asing dan justru hal yang munafik untuk dilakukan. Orang telah memiliki stigma serta paradigma bahwasanya kita ini berbeda dan memiliki kepentingan pribadi. Seakan bangsa imperealis yang sibuk memerkaya diri. Lalu apa bedanya kita dengan bangsa yang 68 tahun lalu kita usir dari tanah air ini? Gotong royong kini dijadikan semangat untuk bekerja bersama-sama, bersama orang yang kita pilih, orang yang kita ajak bersama-sama memerkaya diri. Menjadi sebuah nepotisme yang keji. Bukti bahwa gotong royong masih mengalir di darah kita, namun dengan jalan yang keliru. "Jangan sekali-kali lupakan sejarah", seperti yang pernah diserukan presiden pertama kita. Bahwa sejarah yang telah mengukir garis kehidupan di masa sekarang, bahwa sejarah yang telah memerjuangkan nasib wanita agar setara dengan pria, bahwa sejarah Indonesia bersatu padu untuk menyerukan kata "Merdeka!".

Lupakan sejenak isi kantong pribadi. Wahai para pejabat negeri, berhentilah menjajah warisan sejarah bangsa-mu ini. Bangsa kami. Bangsa kita. Hancurkan para stigma akan Indonesia adalah bangsa yang kotor, korup dan miskin. Malulah menerima jutaan dollar namun rupiah semakin melemah. Tiap-tiap komponen harus mengambil peran akan perjuangan bangsa Indonesia ini untuk menjadi bangsa yang besar.