Jumat, 11 Februari 2011

Omong Kosong, Filsafat dan Harapan

Sekedar menulis sebuah derau pikiran seorang yang tidak tahu apa arti, atau setidaknya belum mengetahui apa arti kehidupannya. Bukan sebuah tulisan curahan hati belaka. Kesemuan dari hidup yang coba diutarakan. Sebuah omong kosong akan selalu keluar dari seorang yang ingin dirinya merasa selalu benar. Karena pada dasarnya, manusia selalu ingin merasa benar (kerinduan akan kebaikan). Tapi saat dirinya tak lagi memegang prinsip dan keyakinan terhadap dirinya, kemudian menjual idealismenya kepada sesuatu yang baik oleh masyarakatnya. Omong kosong, selalu terlihat benar dan meyakinkan. Terlebih bagi mereka yang sebatas menjadi ikan remora di tengah kerumunan ikan hiu. Sendiri, lemah, konyol dan tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya? Mengikuti alur kerumunannya, berlindung, bersembunyi dan terlihat seakan dirinya kuat. Konyol itu bung! Kemunafikan hasil dari sebuah skeptisme yang tak tertahankan. Menghasilkan transformasi kehidupan menjadi dia yang kerumunan bilang adalah 'si orang pintar' atau 'si orang yang mengira dirinya pintar'. Tapi siapa sebenarnya orang itu? kenapa orang itu dikatakan seperti itu?

Seorang dosen berkata, "Gunakanlah filsafat untuk menjawab segala pertanyaan." Mungkin, sulit untuk menggunakan filsafat dalam kehidupan sehari-hari. keabu-abuan antara sebuah skeptisme dan keingintahuan dicampur sebuah keabsurdan segala sesuatu. Pada akhirnya, yang tersisa hanyalah ketidakpastian dari sebuah kepastian. Sama seperti kosong, ketiadaan di antara keadaan. Ajaib memang, filsafat sebuah permainan kata. Mungkin lebih dari itu, ini adalah sebuah tindakan pendefinisian dari segala sesuatu dengan logika yang dimiliki Manusia sebagai Homo Viteous. Filsafat pada akhirnya akan mencoba melakukan pendekatan dari sebuah pendefinisan segala sesuatu. Sebuah sikap untuk berpikir, bukan bersikap skeptis namun berpikir skeptis untuk menanyakan segala sesuatunya. Mari kita coba mendefinisikan cinta! Sebuah? Sesuatu? Filsafat tak semudah dan sebatas pendefinisian sesuatu belaka. Namun pemahaman dari sebuah makna yang hakiki, dan saat kita menemukannya maka itulah hasil dari sebuah filsafat.

Dan sebuah harapan dari seonggok daging yang terus berpikir. Berpikir skeptis atas dirinya dan segala sesuatu di sekitarnya. Harapan itu begitu kosong, saat tak ada lagi idealisme dalam kehidupannya, terlebih mengalami kesulitan dalam berpikir skeptis sebagaimana pola pikir manusia diatur oleh filsafat dengan menggunakan logika. Dan akhirnya, harapan itu hilang sejalan bersama keputusasaan dan keraguan akan kepercayaannya. Karena sesungguhnya harapan, adalah hasil derau dari pikiran manusia, sugesti, transformasi dan buah dari keinginan besar untuk sesuatu hal. Hal yang dianggap berharga, langka, sulit untuk didapatkan. Tak ada seorang pun mengharapkan mendapat setumpuk besi rongsok lebih daripada mendapatkan sebutir emas. Sedikit, namun langka, berharga dan pantas untuk dijaga. Namun teori kelangkaan semacam ini pun tak selamanya berlaku. Setidaknya tidak bagi hubungan antar manusia. Kelangkaan akan menghilangkan harapan yang besar akan seseorang tersebut. Maka, berusahalah menjadi orang yang terpenting dan menjadi harapan semua orang dengan sulit untuk dikalahkan, berharga, bahwa diri anda adalah unik dan langka yang tidak hanya langka namun juga pantas untuk didapatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar